Terseret-seret Kasus Korupsi WFC Berbiaya Ratusan Miliar Rupiah, Karir Indra Pomi Justeru Kian Moncer

Pekanbaru, Indonesia-Hingga kini sejumlah kalangan masih bertanya-tanya, bahkan mempersoalkan, apakah proses hukum kasus korupsi megaproyek Jembatan Waterfront City (WFC) Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau sudah tuntas?

Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Kesatuan Pelita Bangsa (LSM KPB) Ruslan Hutagalung (lihat foto) kepada dataprosa.com belum lama ini di Pekanbaru menegaskan, proses hukum terhadap Indra Pomi yang waktu itu selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, harus diperjelas. Apalagi dia pada saat persidangan perdana perkara tindak pidana korupsi WFC berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru disebut-sebut menerima uang terkait dengan proyek Jembatan WFC tahun anggaran 2015-2016 berbiaya Rp117, 68 miliar.

“Agar Indra Pomi jadi tersangka, sebagaimana terungkap pada fakta persidangan,” ujar Ruslan.

Bahkan sebagaimana pemberitaan media ini sebelumnya, sampai-sampai Jaringan Anti Korupsi Nasional mengadakan aksi damai di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Minggu (6/11-2022), berkaitan dengan kasus proyek jembatan WFC di Kabupaten Kampar beberapa tahun lalu yang menyeret beberapa pejabat. Salah satu pejabat itu Indra Pomi yang saat itu selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar. “Beliau menerima aliran dana dari proyek tersebut senilai 100 juta rupiah,” ungkap Asna, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi damai Jaringan Anti Korupsi Nasional di depan gedung KPK.

Tapi dalam pelaksanaan proses hukum skandal megaproyek Jembatan WFC itu yang divonis hukum dan dijebloskan ke penjara hanya Adnan dan I Ketut Suarbawa, masing-masing 4 tahun kurungan penjara dikurangi masa tahanan.

Sebagaimana pemberitaan dataprosa.com sebelumnya, pada persidangan perdana kasus korupsi proyek WFC berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis (25/2/2021), Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Ferdian Adi Nugroho menyatakan, perbuatan terdakwa Adnan dan terdakwa I Ketut Suarbawa bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution dan Firjan Taufa bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 18 ayat 4 dan 5, Pasal 19 ayat 4, Pasal 56 ayat 10, Pasal 66 ayat 3, dan Pasal 95 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dari persidangan kasus WFC itu mereka yang juga disebut-sebut menerima uang selain terdakwa Adnan Rp394,6 juta, ada Fahrizal Efendi Rp25 juta, Fauzi Rp100 juta, Jefry Noer sebesar 110.000 dolar Amerika dan Rp100 juta, Ramadhan 20.000 dolar Amerika, Firman Wahyudi Rp10 juta, serta perusahaan sebesar Rp47,646 miliar.

Jaksa dalam dakwaannya menyebut, perbuatan terdakwa Adnan, terdakwa I Ketut Suarbawa, Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, Firzan Taufa, merugikan negara Rp50,016 miliar.

Di antara masa-masa tertentu kurun waktu 2016 hingga awal 2021, Indra sudah berurusan dengan KPK. Dari persidangan di pengadilan terungkap, Indra menerima uang dari PT Wijaya Karya (Persero) Rp100 juta.

Pada sidang lanjutan perkara korupsi Jembatan WFC yang berlangsung pertengahan April 2021, JPU menghadirkan sejumlah saksi. Di antaranya Manager Proyek Jembatan Waterfront City bernama Dedi.

Dalam persidangan di pengadilan, Dedi bersaksi, Indra Pomi merupakan salah satu pejabat penerima uang. Dedi menuturkan, pemberian uang kepada Indra Pomi dilakukan pada 2016 lalu. Saat itu Dedi mengaku dihubungi yang bersangkutan, meminta uang untuk pemenuhan kebutuhannya. “Uang itu diberikan kepada ajudan Pak Indra Pomi, Rp100 juta,” kata Dedi.

Pada persidangan tersebut JPU bertanya: “Uang itu dari mana?”

Dedi memaparkan, dirinya melakukan peminjaman kepada Harianto selaku Kepala Mandor Jembatan Waterfront City. Hal itu lantaran uang di perusahaan tengah tidak ada.

“Saya pinjam ke Pak Harianto. Uang itu saya berikan ke Firjan Taufa di mess PT Wika, Jalan Parit Indah, Pekanbaru. Uang itu diberikan kepada ajudan Indra Pomi,” jawab Dedi.

Menurut Dedi, pemberian uang-uang itu dari proyek jembatan WFC. Dia menambahkan, selama tidak merugikan perusahaan dan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan, maka akan diberikan.

Sebelum sidang berlangsung awal-awal 2021, dalam keadaan terseret kasus WFC, pada September 2018 Indra Pomi malah hijrah dari Kampar ke Kota Pekanbaru, masih dalam satu provinsi. Di ibu kota provinsi Riau jabatannya pada 2018 itu juga masih cemerlang, yakni selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR).

Lalu, pada Februari 2021, sidang perdana kasus korupsi WFC pun berlangsung. Seperti yang sudah disebutkan, pada persidangan perdana, JPU KPK menyebut, perbuatan terdakwa Adnan dan terdakwa I Ketut Suarbawa bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution dan Firjan Taufa bertentangan dengan ketentuan hukum.

Namun meski Indra bermasalah dengan hukum terkait korupsi, sosok mantan Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru itu justeru dianggap sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru untuk menduduki jabatan strategis. Umpamanya, untuk mengisi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Menjelang Indra dilantik, saat itu tak ada satu sosok pun yang dianggap memiliki kapabilitas dan moral yang mumpuni untuk menduduki jabatan Sekda, Kecuali Indra Pomi.

Maka Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Muflihun pun secara resmi melantik Indra Pomi Nasution sebagai Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru definitif, Rabu, 15 Februari 2023, di Ballroom Lantai VI, Gedung Utama, Komplek Perkantoran Tenayan Raya. Hingga kini, Indra Pomi masih menduduki jabatan sebagai Sekda Kota Pekanbaru.

Dari keadaan itu dapat dilihat, karir Indra Pomi pun makin cemerlang pasca dirinya hijrah dari Kampar selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan, menuju Pekanbaru menduduki jabatan Kepala Dinas PUPR hingga akhirnya menjadi Sekda. Sementara di lain pihak, Indra Pomi masih berurusan dengan KPK RI.

“Padahal, dari Kampar ke Pekanbaru Indra Pomi bukan membawa prestasi. Bahkan semasa dia menjadi Kadis PUPR Kota Pekanbaru, ada proyek bermasalah,” ujar Ruslan Ketua Umum LSM KPB.

Contoh sederhana yang paling gamblang proyek bermasalah tersebut, kata Ruslan, terkait pembangunan Turap Kuburan di Jalan Datuk Laksamana, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru tahun anggaran 2019. Dari hasil pengumuman lelang, pelaksanaan tender pekerjaan Turap dimenangkan CV Bina Muara Karya. Nilai pagu paket kegiatan Rp 540.000.000 dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) paket Rp 539.962.905,94. Waktu itu Ruslan memperkirakan, pekerjaan bangunan “Turap” versi PUPR Kota Pekanbaru itu biayanya jauh di bawah Rp300 juta-an. Ruslan menekankan saat itu, PUPR Pekanbaru harus mempertanggungjawabkan pembangunan “Turap” ala instansi yang dikomandoi Indra Pomi selaku Kepala Dinas di tahun 2019. berbagai sumber/ramses lumban gaol

2,624 kali dilihat, 3 kali dilihat hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDBahasa Indonesia