PT Inovasi Digital Untuk Transformasi–AAK Gelar Lokakarya Industri Sawit Bebas Deforestasi
Riau, Indonesia–AarhusKarlshamn (AAK), salah satu perusahaan pemasok industri kelapa sawit di pasar global melaksanakan seminar tentang industri kelapa sawit bebas deforestasi. Dengan Tema: “Tantangan Ketertelusuran Rantai Pasokan Industri Kelapa Sawit yang Berasal dari Kawasan Hutan dan Konservasi.”
Acara berlangsung selama dua hari (27-28/8/), bertempat di Hotel Pangeran, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Diikuti oleh sejumlah peserta dari pihak swasta dan pemerintah.
Turut hadir pada seminar, yakni Pelaksana Tugas (PlT) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Indra Giri Hulu (Inhu) Boike Elman Sitinjak, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Pelalawan, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Heru Sutmantoro, diwakili oleh Gunawan, dan sejumlah peserta lainnya dari perusahaan pengelola industri kelapa sawit.
Selain itu juga turut serta dari PT Mustika Agung Sawit Gemilang, PT Rigunas Agri Utama, PT Mitra Agung Swadaya, PT Sawit Inti Raya, PT Gemilang Sawit Lestari, PT Wana Jingga Timur, PT Sawit Jaya Mandiri Lestarii, PT Sanling Sawit Sejahtera, PT Citra Riau Sarana, PT Tunggal Perkasa Plantation, PT Wanasari Nusantara, PT Inti Indosawit Subur, PT Citra Riau Sarana, PT Gandaerah Hendana l, PT Surya Agrolika Reksa, PT Adimulia Agrolestar, PT Musim Mas, PT Mitra Unggul Pusaka, PT Rigunas Agri Utama, PT Makmur Andalan Sawit, PT Berlian Inti Mekar, PT Peputra Supra Jaya, PT Putra Keritang Sawit, PT Sawit Mas Nusantara, PT Swakarsa Sawit Raya, PT Sugih Riesta Jaya, PT Tribakti Sarimas, PT Mitrasari Prima, dan PT Persada Alam Jay.
Sedangkan perwakilan dari sektor swasta, dalam hal ini, pembeli di industri kelapa sawit, adalah AAK, GAR, Apikal dan Musim Mas.
Pada momen tersebut sejumlah narasumber tampil menyampaikan presentase, yakni Carlo Lumban Raja dari Inovasi Digital, Jes dari Singapura mewakili AAK, Gunawan dari Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Ariul dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sorek menyampaikan persentase kondisi hutan produksi efeknya akan jauh mengurangi kawasan hutan.
Swisto dari Universitas Islam Negeri (UIN) menyampaikan makalah tentang interaksi kelapa sawit di Riau yang berdampak positif dan negatif yang mengambil tanggung jawab perusahaan terhadap industri kelapa sawit bagaimana upaya mencari solusi.
Lokakarya ini sebagai tindak lanjut dan implementasi Peraturan Uni Eropa tentang kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE)–Tanpa Gambut, Tanpa Eksploitasi memastikan industri kelapa sawit di pasar global tidak berkontribusi terhadap deforestasi. Sehingga menuntut transparansi dan keberlanjutan dengan kepatuhan terhadap standar lingkungan dan sosial yang ketat. Salah satu standar tersebut adalah telah ditetapkan sebagain acuan untuk melaksanakan kegiatan yang memastikan bahwa produksi kelapa sawit tidak menyebabkan deforestasi, tidak dikembangkan di lahan gambut. Kebijakan ini sangat penting untuk melindungi ekosistem hutan tropis, lahan gambut, dan hak-hak masyarakat setempat, sekaligus meningkatkan reputasi perusahaan sebagai entitas yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Bersamaan dengan penerapan NDPE, peraturan internasional seperti EU
Deforestation Regulation (EUDR)–Peraturan Deforestasi memperketat persyaratan untuk produk yang memasuki pasar Eropa, yang mengharuskan perusahaan untuk membuktikan bahwa produk mereka tidak berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan melalui verifikasi dan sertifikasi yang ketat.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang memproduksi crude palm oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) menghadapi tantangan yang signifikan dalam menelusuri sumber tandan buah sawit (TBS) hingga ke tingkat perkebunan, terutama dari petani swadaya.
Kompleksitas rantai pasokan dari perkebunan petani kecil ke pabrik mempersulit penelusuran. Dalam konteks ini, Ketertelusuran ke Perkebunan (TTP) menjadi sangat penting untuk memastikan asal-usul produk kelapa sawit dapat ditelusuri hingga ke tingkat perkebunan, menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam rantai pasok, serta mematuhi kebijakan NDPE dan EUDR. Sistem penelusuran yang efektif membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko lingkungan dan sosial secara lebih efektif, mengurangi risiko deforestasi dan eksploitasi lahan gambut, serta meningkatkan reputasi mereka sebagai entitas yang bertanggung jawab.
TNTN yang kaya akan keanekaragaman hayati di Provinsi Riau, Indonesia, menghadapi ancaman yang signifikan dari deforestasi dan perambahan ilegal untuk perkebunan kelapa sawit. Laporan menunjukkan bahwa banyak wilayah di TNTN telah mengalami deforestasi yang signifikan akibat perluasan perkebunan kelapa sawit secara ilegal dan banyak perusahaan yang gagal mengidentifikasi sumber minyak kelapa sawit mereka atau menunjukkan transparansi yang diperlukan.
Kepala Balai TNTN, Sutmantoro melalui Gunawan, dalam loka karya tersebut memaparkan kondisi deforertasi kawasan TNTN berada pada dua kawasan wilayah, yaitu kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indra Giri Hulu dengan luas 81. 793 hektar. Hamparan paling besar berada di Kabupatem Pelalawan yakni 80.173 haktar ( 98,04 % ), sedangkan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) sebesar 1.600 hektar (1.96 %) berdasarkan SK Menhut nomor 6588 tahun 2014.
Disebutkan, kawasan TNTN, awalnya, merupakan Izin HPH PT Dwi Merbo pada tahun 1974-1994 dan HPH PT Inhutani IV pada tahun 1994.
Peralihan fungsi pertama TNTN terjadi pada tahun 2004, melalui SK Menhut no 255 dengan luas 38 576 hektar. Selanjutnya perubahan fungsi kedua pada tahun 2009 melalui SK Menhut no 663 tahun 2009 dengan luas 44 492 hektar. Pemanfaatan kawasan TNTN tanpa ijin terverifikasi 27. 988 hektar sedangkan luas yang belum terverifikasi seluas 46 470.hektar. Puluhan ribu hektar lahan di-eksploitasi secara ilegal oleh perusahaan industri kelapa sawit. Memberi kontribusi besar terhadap deforestasi.
Inovasi Digital, mitra pelaksana AAK, berkomitmen untuk berkontribusi pada pelestarian lanskap Tesso Nilo dengan memverifikasi kegiatan kelapa sawit ilegal, menilai kondisi di lapangan, dan memberikan rekomendasi untuk tindakan perbaikan di masa depan.
Lokakarya ini akan menjadi wadah bagi berbagai pihak, termasuk pembeli, pabrik kelapa sawit atau pengolah, dan pemerintah, untuk mendiskusikan dan merencanakan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi masalah di wilayah Riau, khususnya Ekosistem Tesso Nilo.
Seminar/Lokakarya ini bertujuan mempresentasikan hasil penelitian mengenai kondisi terkini Taman Nasional Tesso Nilo. lisa sirait
357 kali dilihat, 9 kali dilihat hari ini