Sengketa Ganti Rugi Lahan di Pekanbaru, Uang Negara Masih Aman

Pekanbaru, Indonesia-Lahan masyarakat yang bakal dijadikan bagian dari area perkantoran Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru di Kecamatan Tenayan Raya, masih ada yang bermasalah.

Hingga berita ini tayang, lahan yang bermasalah itu belum diganti rugi. Masih bergulir dalam proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.

Sebagian besar lahan masyarakat di lingkungan area perkantoran itu memang sudah diganti rugi. Kecuali tanah yang hingga kini masih sengketa antara Sakdia dengan Anita. Luasnya 4.661 meter per segi. Tepatnya berlokasi di RT 04 RW 03, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

“Uang negara masih aman. Belum diganti rugi,” kata Dedi Gusriadi, Kepala Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau kepada wartawan, Selasa (29/12-2022), di Pekanbaru, usai rapat paripurna di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Pekanbaru.

Pada kesempatan lain, menurut Bintang Sianipar, Kuasa Hukum Sakdia (lihat foto) kepada dataprosa.com, Sabtu (26/11-2022), masalah legalitas surat pernyataan ganti rugi tanah atas nama Anita, proses penerbitannya tidak sesuai dengan SOP.

“Sebab penerbitan surat tersebut diduga palsu. Cuma, dugaan surat palsu tersebut harus diuji di pengadilan. Makanya, perkara tersebut kita gugat lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan bukan ke Pengadilan Negeri (PN), karena administrasi surat tersebut tidak sesuai dengan SOP,” katanya.

Pada pemberitaan di media ini sebelumnya, Bintang Sianipar menjelaskan bahwa, gugatan itu dilayangkan untuk pihak Pemerintahan Kecamatan Tenayan Raya dan Kelurahan Tuah Negeri atas terbitnya Surat Keterangan Ganti Rigi (SKGR) tanah atas nama Anita di atas lahan milik klien-nya.

Advokad tersebut yakin bahwa tanah seluas 4.661 meter yang akan diganti rugi Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Pertanahan itu, merupakan milik Sakdia. Apalagi saat penerbitan SKGR, Anita cenderung melakukan tanpa mengikuti prosedur sebagaimana mestinya.

“Menurut informasi yang kita peroleh, aparat RT dan RW tidak turun ke lokasi untuk mengukur lahan. Nanti akan kita buktikan di persidangan. Itulah sebabnya pihak Kecamatan Tenayan Raya dan Kelurahan Tuah Negeri kita gugat ke PTUN,” papar Bintang.

Lalu, bagaimana sampai Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah (SKGR) atas nama Anita, muncul? Saat itu, Camat dijabat Indah Vidya Astuti.

Mantan Camat Tenayan Raya, Indah yang dihubungi dataprosa.com melalui aplikasi WhatsApp (WA), terhubung namun tak ada respon.

Dengan munculnya SKGR atas nama Anita, di situ terdapat Peta Bidang. Peta Bidang yang muncul di SKGR, itu disebut-sebut yang menerbitkan pihak Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru. Namun, Kepala Dinas Pertanahan Pekanbaru membantah hal itu.

“Yang mengeluarkan peta bidang, BPN (Badan Pertanahan Nasional, red) Kota Pekanbaru. Bukan Dinas Pertanahan (Pekanbaru, red),” ujar Dedi.

Dia menambahkan, mengenai pembayaran ganti rugi itu, pihaknya tinggal menunggu hasil dari proses hukum di PTUN.

“Kita tunggu siapa yang menjadi pemenang. Kan, sekarang belum saya ganti rugi. Uang negara belum ke luar,” sebut Dedi.

Sebagaimana diketahui, terbitnya SKGR atas nama Anita, yang menjabat selaku Camat Tenayan Taya waktu itu yakni Indah Vidya Astuti.

Pada pemberitaan sebelumnya di media ini, dengan membuat pernyataan, Ahmad Syah Harrofie dan Nimis Yulita masing-masing mencabut tanda tangan terhadap sempadan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah atas nama Anita tersebut.

Tanah yang menjadi sengketa antara Sakdia dan atas nama Anita itu berlokasi di lingkungan Jalan Badak, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Para sempadan di antara yang bersengketa antara lain Ahmad Syah Harrofie dan Nimis Yulita.

Nimis Yulita menulis Surat Pernyataan yang ditandatangani di kertas bermaterai Rp10 ribu pada 25 November 2022. Di situ Nimis antara lain menulis, tanah miliknya terletak di daerah Waduk, Kawasan Perkantoran Wali Kota Pekanbaru, tepatnya di RT 04/RW 03, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tebayan Raya, Kota Pekanbaru, berbatas/bersempadan dengan tanah Sakdiah dan Ahmad Syah Harrofie serta parit dan sungai. Dan tidak pernah bersempadan dengan tanah atas nama Anita.

Di Surat Pernyataan tersebut Nimis mengakui, dirinya memang pernah menandatangani sebagai sempadan di SKGR tanah atas nama Anita yang disebut-sebut di daerah Waduk, tapi dirinya melakukan penandatanganan tanpa turun ke lapangan dan karena dipaksa.

Melalui Surat Pernyataannya itu Nimis menyatakan, “mencabut” tanda tangan yang pernah dibubuhkannya di SKGR atas nama Anita.

Nimis menjelaskan, mulai dari dulu sampai sekarang dirinya tetap bertahan menyatakan bahwa lokasi tanah yang diklaim atas nama Anita adalah tanah atau ladang milik Sakdia, isteri almarhum Hamid.

Dia juga menyatakan, dirinya menandatangani SKGR tanah atas nama Anita, itu karena Anita setiap saat tak kenal pagi, siang hingga malam datang ke rumah Nimis mendesak, sehingga Nimis merasa terganggu dan dengan keadaan terpaksa suratnya ditandatangani Nimis.

Lalu, Ahmad Syah Harrofie juga menulis Surat Pernyataan pada Pada 26 November 2022.

Di Surat Pernyataan yang ditulis dan ditandatangani di kertas bermaterai Rp10 ribu itu Ahmad menyatakan, memiliki tanah/lahan yang terletak di daerah Waduk, Kawasan Perkantoran Wali Kota Pekanbaru di Tenayan Raya, tepatnya di RT 04 RW 03, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya. Yang bersempadan dengan Pemko Pekanbaru, Sakdia, Wahab dan Nimis Yunita.

Ahmad membenarkan dirinya pernah menandatangani Surat Sempadan untuk Anita dan ternyata setelah ditelusuri tanda tangan yang dibubuhkan Ahmad Syah Harrofie tersebut ternyata keliru dan dirinya pada saat penandatanganan tidak turun ke lokasi dan tidak ada pemberitahuan/undangan dari Juru Ukur. Maka dengan demikian tanda tangan yang dibubuhkan Ahmad Syah Harrofie di atas Surat atas nama Anita dicabut, karena menurut Ahmad Syah Harrofie memang tidak bersempadan dengan Anita akan tetapi sebenarnya bersempadan dengan tanah Sakdia.

Sebagaimana dilansir di media ini sebelumnya, Jefri Murdani Ketua RT 04 Kelurahan Tuah Negeri menyatakan, proses penerbitan SKGR atas nama Anita itu, berkasnya bagaikan turun dari langit. Berkas sudah siap diketik, lalu turun minta tanda tangan kepada ketua RT, RW, Kelurahan, hingga pihak Kecamatan.

Sumber yang berkompeten kepada wartawan menyebut, dari awal dirinya sudah mengutarakan tanah itu milik Sakdia. “Tapi Anita ngotot. Bahkan mengetik sendiri berkas Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR)-nya. Usai diketik, lalu turun meminta tanda tangan ke RT, RW, Lurah hingga Camat Tenayan Raya,” ujar sumber kepada wartawan.

Sebelumnya, Jefri Murdani Ketua RT 04/RW 03 Tuah Negeri menjelaskan tata cara atau SOP mengurus surat tanah di daerahnya sesuai arahan Camat Tenayan Raya. Warga yang bermohon, harus membuat surat ke kelurahan. Isinya, minta agar lahan miliknya diukur. Lalu, kata Jefri, pihak kelurahan melanjutkan permohonan itu ke Koordinator Pengukuran Tanah di Kantor Kecamatan Tenayan Raya.

Setelah itu, tambah Jefri, koordinator pengukuran menurunkan Surat Perintah Tugas (SPT) dengan melampirkan nama-nama yang akan turun ke lapangan, antara lain: 1 orang petugas GPS dari kantor kecamatan didampingi pegawai kelurahan, ketua RW, ketua RT, sempadan tanah hingga pemohon. Mereka secara bersama melakukan pengukuran lahan atau obyek hingga selesai.

Selanjutnya, Jefri menjelaskan, sesudah selesai melakukan pengukuran, berkas suratnya diketik pihak kelurahan dengan melampirkan gambar atau sket kart hasil pengukuran secara bersama itu. Dalam menerbitkan SKGR, tidak pernah  menggunakan peta bidang dari Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru, tapi  menggunakan gambar atau sket kart yang diperoleh saat pihak-pihak sesuai SPT turun lapangan.

Sementara surat atau berkas milik Anita, kata Jefri, bagaikan berkas yang turun dari langit. Berkasnya sudah diketik, lalu minta tanda tangan mulai dari sempadan, Ketua RT, Ketua RW, Kelurahan hingga Kecamatan Tenayan Raya. “Saat Anita datang bawa berkasnya, langsung saya bilang bahwa, lahan yang diklaimnya dalam surat itu, adalah milik Sakdia, istri almarhum Hamid,” tegas Jefri.

Jefri menyebutkan, dirinya sempat 2 minggu tidak mau menandatangani suratnya, karena mengetahui bahwa lahan seluas 4.661 meter per segi itu milik Sakdia dan keluarganya. “Tapi karena terus ditekan, diteror, siang-malam ditunggui di rumah, hingga diancam mau dilaporkan ke polisi, ahirnya saya tandatangani saja. Dengan catatan, Anita membuat surat pernyataan, jika terjadi permasalahan dikemudian hari, tidak akan melibatkannya,” ujar Jefri Murdani kesal. 

Kurang jelas diketahui, papar Jefri, mengapa Anita bisa mendapatkan Peta Bidang, Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru dan menjadikannya sebagai gambar dalam SKGR-nya.

“Saya bisa pastikan bahwa Peta Bidang dalam SKGR atas nama An, bukan hasil gambar dari lapangan. Karena penerbitan SKGR itu, tidak  ada petugas yang turun ke lapangan, termasuk kami sebagai Ketua RT,” ujarnya.

Di tempat terpisah,  Ahmad Yani tokoh masyarakat di lingkungan Jalan Badak yang merupakan mantan Ketua RW 03, Kelurahan Tuah Negeri mengatakan, di tahun 2018–2019 lalu saat pihaknya masih menjabat Ketua RW 03, pernah turun ke lapangan melakukan pengukuran. Dengan menggunakan Surat Perintah Tugas (SPT), pihaknya turun bersama Ketua RT, utusan kelurahan, utusan dari kantor Kecamatan Tenayan Raya hingga tukang ukur dari  Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru.

Ahmad Yani mengisahkan, Tim melakukan pengukuran sekaligus mendata tanah warga yang akan terdampak pelebaran waduk dekat perkantoran Walikota Pekanbaru yang akan diganti rugi, luasnya mencapai sekitar 60 hektar. Saat pengukuran, semua pemilik lahan hadir. Tanah yang di-klaim Anita sekarang, saat pengukuran terdata atas nama Sakdia, bukan atas nama Anita.

“Saat pengukuran, para saksi sempadan tanah antara lain Nimis Yulita serta Ahmad Syah Harrofie juga menjelaskan bahwa, sempadan tanah mereka tercatat atas nama Sakdia. Saat itu tidak ada tanah di daerah itu terdata atas nama Anita, serta tidak ada lahan yang sengketa,” papar Yani.

Penerbitan SKGR atas nama Anita dinilai non-prosedural. Ahmad Yani, mantan Ketua RW 03 yang juga tokoh masyarakat Badak, bersedia menjadi saksi di persidangan. “Saya siap hadir untuk memberikan kesaksian jika nantinya diminta terkait masalah lahan di sana. Saya akan bersaksi dengan apa yang saya ketahui,” tutur Ahmad Yani.

Lurah Tuah Negeri bernama Delawija Andrio maupun Camat Tenayan Raya Abdul Barri yang dihubungi dataprosa.com, melalui aplikasi WhatsApp (WA), terkoneksi, namun hingga kini tak ada respon. red

450 kali dilihat, 3 kali dilihat hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDBahasa Indonesia